Postingan terjadwal
PENGURANGAN EMISI DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI DI INDONESIA
(REDUCING EMISSIONS FROM DEFORESTATION AND DEGRADATION IN INDONESIA/REDDI)
Dampak perubahan iklim akan dirasakan oleh semua negara, tetapi negara-negara miskin akan menerima dampak terbesar meskipun kontribusinya terhadap emisi GHGs paling kecil. Dan negara berkembang dengan sumberdayanya sendiri tidak akan mampu melakukan mitigasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Peran hutan dalam stabilisasi iklim dan sebagai system penyangga kehidupan belum memperoleh penilaian yang memadai dari sisi financial baik di dalam mekanisme yang tersedia di bawah konvensi perubahan iklim maupun dalam system pasar terhadap produk dan jasa hutan. A/R CDM yang merupakan satu-satunya mekanisme pasar yang tersedia di bawah Kyoto Protokol terhadap jasa penyimpana CO2 melalui kegiatan penanaman pohon tidak memberikan manfaat yang berarti karena prosedur dan aspek metodologi yang kompleks. Oleh karenanya untuk mendorong negara berkembang melakukan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sehingga dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap stabilisasi GHgs di atmosfir (stabilisasi iklim) memerlukan pendekatan kebijakan internasional yang seluas mungkin sehingga memungkinkan setiap negara pemilik hutan berpartisipasi sesuai dengan kondisi masing-masing. Disamping itu upaya pengurangan emisi dari deforestasi juga memerlukan pendekatan kebijakan internasional yang tidak akan mengancam pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan dan kehidupan masyarakat lokalnya. Dan negara berkembang akan terdorong melaksanakan upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan apabila insentif yang diberikan setidaknya setara dengan opportunity costs dari penggunaan lahan/hutan tersebut.
Deforestasi di negara berkembang meskipun latar belakangnya beragam, namun secara umum adalah alasan ekonomi antara lain kebutuhan pembangunan sejalan dengan bertambahnya populasi tidak terkecuali Indonesia.
Kawasan hutan di Indonesia yang mencapai 120,5 juta ha atau sekitar 60 persen dari luas total Indonesia, mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung yang telah dikenal secara luas. Selain berperan sebagai sumber pendapatan untuk 1,35 % angkatan kerja langsung dan 5.4 % angkatan kerja tidak langsung, hutan merupakan tulang punggung ekonomi nasional antara tahun 1985 – 1995an. Manfaat langsung dari hutan adalah penghasil kayu dan non kayu sedang manfaat tidak langsung adalah sebagai pengatur iklim mikro, pengatur tata air dan kesuburan tanah, serta sumber plasma nutfah yang sangat penting bagi kehidupan manusia saat ini dan di masa yang akan dating. Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink (penyerap/penyimpan karbon) maupun source (pengemisi karbon). Deforestasi dan degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi, reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya meningkatkan sink.
Emisi Gas Rumah Kaca/GRK (Green House Gases/GHGs) yang terjadi di sektor Kehutanan Indonesia bersumber dari deforestasi (konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah) dan degradasi (penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah (slash and burn), serta perambahan.
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/LITBANG/IFCA/Pengurangan.htm