Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterakan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha ‘retail’ atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut.
Menurut situs ekolabel Kementerian Negara Lingkungan Hidup (ini yang asli di http://www.menlh.go.id/ekolabel-sml/ekolabel/), terdapat 20 perusahaan yang mempunyai Sistem Manajemen Lingkungan, 5 perusahaan (pabrik bubur kertas dan pabrik kertas) yang bersertifikat lingkungan dengan 20 produk (semuanya kertas), 5 perusahaan pabrik bubur kertas dan pabrik kertas yang mengklaim perusahaannya telah Ramah Lingkungan (Swadeklarasi)
Tetapi, coba simak sedikit artikel dari website tersebut :
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan label EKOLABEL INDONESIA - RAMAH LINGKUNGAN pada salah 1 dari 2 perusahaan tersebut adalah TIDAK BENAR, karena menggunakan bahan baku dari hutan alam. Maka dengan keadaan seperti ini, Hutan Alam Indonesia masih tidak aman dari perambahan liar guna memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik kertas/bubur kertas. Prinsip tebang pilih tidak berlaku. Yang ada hanyalah TEBANG HABIS.
Menurut situs ekolabel Kementerian Negara Lingkungan Hidup (ini yang asli di http://www.menlh.go.id/ekolabel-sml/ekolabel/), terdapat 20 perusahaan yang mempunyai Sistem Manajemen Lingkungan, 5 perusahaan (pabrik bubur kertas dan pabrik kertas) yang bersertifikat lingkungan dengan 20 produk (semuanya kertas), 5 perusahaan pabrik bubur kertas dan pabrik kertas yang mengklaim perusahaannya telah Ramah Lingkungan (Swadeklarasi)
Tetapi, coba simak sedikit artikel dari website tersebut :
Jika melihat kepada daftar perusahaan yang mendapat sertifikat Ekolabel Indonesia, terdapat 2 perusahaan kertas/bubur kertas di Riau yaitu PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER (RAPP) dan PT. INDAH KIAT PULP AND PAPER, Tbk. (IKPP). PT. RAPP telah memiliki sertifikat atas 6 produk kertas tanpa salut hasil produksinya, sedangkan PT. IKPP memiliki sertifikat atas 1 produk kertas tanpa salut hasil produksinya. Ketika polisi merazia dan memberi "garis polisi/police-line" atas hasil hutan alam Riau, ternyata 1 dari 2 perusahaan tersebut mengurangi kapasitas produksinya karena minimnya pasokan bahan baku. Berarti salah satu perusahaan telah menggunakan bahan baku dari hutan alam Riau dan bukan dari Hutan Tanaman Industri.
- Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) mengindikasikan 70% bahan baku industri pulp dan kertas di Indonesia masih menggunakan kayu dari hutan alam. "Saya bisa mempertanggungjawabkan kayu yang digunakan industri pulp and paper menggunakan kayu hutan alam," ujar Direktur Eksekutif LEI Taufik Alimi, kemarin. Taufik menjelaskan ketergantungan industri pulp dan kertas pada kayu yang berasal dari hutan alam sangat tinggi, tercermin dari kasus pembalakan liar di Riau. Indikatornya, menurutnya, terlihat ketika polisi menerapkan police-line di Riau, salah satu perusahaan pulp dan kertas di sana terpaksa harus mengurangi kapasitas produksinya.
- Indikator lainnya, lanjut Taufik, pabrik pulp dan kertas itu mengklaim menggunakan kayu hutan tanamannya yang masih berumur 5 tahun, sedangkan sesuai dengan ketentuannya kayu hutan tanaman itu idealnya dipanen pada usia 6 tahun. Padahal, Dephut telah mengeluarkan kebijakan yang melarang industri pulp dan kertas menggunakan kayu hutan alam melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.101/Menhut- II/2004 tentang Percepatan Pembangunan Hutan Tanaman untuk Pemenuhan Bahan Baku Industri Pulp dan Kertas. "Dalam ketentuan itu perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang terikat dengan industri pulp dan kertas harus menyelesaikan penanaman seluruh arealnya paling lambat 2009."
- Namun, Menhut M.S. Kaban belum lama ini menyatakan batas waktu penggunaan kayu hutan alam untuk keperluan industri pulp dan kertas diundur.
- Taufik berpendapat perpanjangan kebijakan penggunaan kayu hutan alam bagi industri pulp dan kertas memperparah ketidakpastian iklim usaha di Indonesia. Untuk itu, katanya, perlu segera direalisasikan percepatan pelaksanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang dapat membantu mempercepat pemulihan prakondisi kehutanan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan label EKOLABEL INDONESIA - RAMAH LINGKUNGAN pada salah 1 dari 2 perusahaan tersebut adalah TIDAK BENAR, karena menggunakan bahan baku dari hutan alam. Maka dengan keadaan seperti ini, Hutan Alam Indonesia masih tidak aman dari perambahan liar guna memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik kertas/bubur kertas. Prinsip tebang pilih tidak berlaku. Yang ada hanyalah TEBANG HABIS.