Tulisan ini merupakan sambungan dari postingan berjudul :
Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging - 1
Pulau Sumatera yang sampai 1970-an aman banjir, kini tiap tahun terendam banjir. Riau, Bengkulu, dan Jambi misalnya, kini jadi langganan banjir tiap musim hujan. Sebaliknya di musim kemarau, banyak wilayah Sumatera kekeringan. Bahkan sejumlah danau yang airnya dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di musim kemarau mengalami kekeringan. Akibatnya, Pulau Sumatera pun menghadapi krisis listrik.
Hal yang sama terjadi di Pulau Kalimantan. Pulau yang dulu terkenal dengan hutan tropisnya yang amat kaya dengan keanekaragaman hayati itu, kini nyaris gundul. Hal itu misalnya bisa kita lihat ketika naik pesawat terbang melintasi Pulau Kalimantan. Disana-sini pulau tersebut sudah botak dan hutannya habis. Kini kita pun menyaksikan betapa sungai-sungai penting di pulau tersebut - tak terkecuali Sungai Kapuas dan Barito - mengalami penurunan debit air yang amat besar. Bahkan sebagian sungai sudah kering. Kondisi tersebut akan berubah drastis di musim hujan. Banyak Wialayah Kalimantan yang dulu aman kini terendam banjir. Belum lagi longsor dan banjir bandang yang tiap tahun menelan ratusan korban jiwa di seluruh Indonesia.
Itu baru dari sisi bencana alam. Belum lagi dari sisi kerugian secara material dan ekosistem. Secara material, Indonesia mengalami kerugian Rp. 30 trilyun tiap tahun akibat pencurian kayu. Belum termasuk pajak dan segala macam retribusi yang lain. Bila semua itu dihitung lalu ditambah dengan kerusakan hutan yang lain (satu penebangan pohon akan merusak ratusan bahkan ribuan meter persegi hutan saat kayu itu roboh, kayu dibawa dengan traktor, dan diseret ke sungai) akibat penjarahan kayu itu, tiap tahun Indonesia kehilangan lebih dari Rp. 50 trilyun akibat kerusakan hutan. Nilai tersebut jumlahnya sangat besar jika mengingat bangsa Indonesia tengah mengahdapi krisis ekonomi dan finansial. Kita bisa membayangkan dari kasus kehilangan kayu saja - bila presiden terpilih dapat mencegahnya - pemerintah dapat menghemat Rp. 50 trilyun. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk membayar utang tahunan Indonesia - baik domestik maupun internasional.
Secara ekosistem, kerusakan hutan juga menimbulkan tragedi yang luar biasa. Ribuan jenis flora dan fauna ikut musnah bersama kerusakan hutan. Padahal di antara flora dan fauna itu ada yang bersifat endemik, yaitu hanya berada di wilayah tersebut. Ini artinya, kerusakan hutan tersebut menimbulkan kerugian yang amat besar dalam ekosistem. Yaitu berupa hancurnya mata rantai kehidupan tersebut yang nilainya tiada tara besarnya karena menyangkut survivalitas manusia sendiri.
Nah, dari fenomena tersebut kita bisa melihat betapa bahaya kerusakan hutan di Indonesia. Jika kondisi tersebut tak segera diatasi, tidak hanya Indonesia yang akan mengalami kerugian besar, tapi juga DUNIA.
Sekarang, bangsa Indonesia sedang (akan) memilih presiden. Presiden adalah nakhoda kapal Indonesia yang seharusnya mampu menyelamatkan kapal yang tengah oleng dan nyaris tenggelam itu. Jika kita sembarangan memilih presiden, maka Indonesia akan benar-benar hancur dan jadi negeri tandus. Karena itu, dilihat dari profil, sejarah masa lalu, dan karakter kepribadian para capres - kita mestinya sudah bisa melihat capres mana yang paling pas untuk menjadi nakhoda kapal Indonesia yang tengah semaput SOS ini. Siapapun yang terpilih, kita sebagai rakyat hanya bisa berharap ;
Digubah ulang sesuai dengan kondisi sekarang dari buku :
Prof. Dr. Hadi Alikodra, et.al
Global Warming : Banjir dan Tragedi Pembalakan Hutan
Bab : Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging
Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging - 1
Pulau Sumatera yang sampai 1970-an aman banjir, kini tiap tahun terendam banjir. Riau, Bengkulu, dan Jambi misalnya, kini jadi langganan banjir tiap musim hujan. Sebaliknya di musim kemarau, banyak wilayah Sumatera kekeringan. Bahkan sejumlah danau yang airnya dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di musim kemarau mengalami kekeringan. Akibatnya, Pulau Sumatera pun menghadapi krisis listrik.
Hal yang sama terjadi di Pulau Kalimantan. Pulau yang dulu terkenal dengan hutan tropisnya yang amat kaya dengan keanekaragaman hayati itu, kini nyaris gundul. Hal itu misalnya bisa kita lihat ketika naik pesawat terbang melintasi Pulau Kalimantan. Disana-sini pulau tersebut sudah botak dan hutannya habis. Kini kita pun menyaksikan betapa sungai-sungai penting di pulau tersebut - tak terkecuali Sungai Kapuas dan Barito - mengalami penurunan debit air yang amat besar. Bahkan sebagian sungai sudah kering. Kondisi tersebut akan berubah drastis di musim hujan. Banyak Wialayah Kalimantan yang dulu aman kini terendam banjir. Belum lagi longsor dan banjir bandang yang tiap tahun menelan ratusan korban jiwa di seluruh Indonesia.
Itu baru dari sisi bencana alam. Belum lagi dari sisi kerugian secara material dan ekosistem. Secara material, Indonesia mengalami kerugian Rp. 30 trilyun tiap tahun akibat pencurian kayu. Belum termasuk pajak dan segala macam retribusi yang lain. Bila semua itu dihitung lalu ditambah dengan kerusakan hutan yang lain (satu penebangan pohon akan merusak ratusan bahkan ribuan meter persegi hutan saat kayu itu roboh, kayu dibawa dengan traktor, dan diseret ke sungai) akibat penjarahan kayu itu, tiap tahun Indonesia kehilangan lebih dari Rp. 50 trilyun akibat kerusakan hutan. Nilai tersebut jumlahnya sangat besar jika mengingat bangsa Indonesia tengah mengahdapi krisis ekonomi dan finansial. Kita bisa membayangkan dari kasus kehilangan kayu saja - bila presiden terpilih dapat mencegahnya - pemerintah dapat menghemat Rp. 50 trilyun. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk membayar utang tahunan Indonesia - baik domestik maupun internasional.
Secara ekosistem, kerusakan hutan juga menimbulkan tragedi yang luar biasa. Ribuan jenis flora dan fauna ikut musnah bersama kerusakan hutan. Padahal di antara flora dan fauna itu ada yang bersifat endemik, yaitu hanya berada di wilayah tersebut. Ini artinya, kerusakan hutan tersebut menimbulkan kerugian yang amat besar dalam ekosistem. Yaitu berupa hancurnya mata rantai kehidupan tersebut yang nilainya tiada tara besarnya karena menyangkut survivalitas manusia sendiri.
Nah, dari fenomena tersebut kita bisa melihat betapa bahaya kerusakan hutan di Indonesia. Jika kondisi tersebut tak segera diatasi, tidak hanya Indonesia yang akan mengalami kerugian besar, tapi juga DUNIA.
Sekarang, bangsa Indonesia sedang (akan) memilih presiden. Presiden adalah nakhoda kapal Indonesia yang seharusnya mampu menyelamatkan kapal yang tengah oleng dan nyaris tenggelam itu. Jika kita sembarangan memilih presiden, maka Indonesia akan benar-benar hancur dan jadi negeri tandus. Karena itu, dilihat dari profil, sejarah masa lalu, dan karakter kepribadian para capres - kita mestinya sudah bisa melihat capres mana yang paling pas untuk menjadi nakhoda kapal Indonesia yang tengah semaput SOS ini. Siapapun yang terpilih, kita sebagai rakyat hanya bisa berharap ;
SELAMATKAN HUTAN INDONESIA
Digubah ulang sesuai dengan kondisi sekarang dari buku :
Prof. Dr. Hadi Alikodra, et.al
Global Warming : Banjir dan Tragedi Pembalakan Hutan
Bab : Pilihlah Presiden Yang Berani Memberantas Illegal Logging