Bulan lalu (20/8/09) aku sempat berbicara dengan salah seorang konsultan analisis dari BPH MIGAS (Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi) tentang niat BPH Migas untuk menjadikan kota-kota besar di Indonesia menjadi "kota gas", termasuk Kota Pekanbaru yang sedang dianalisis. Kota Gas yaitu kota yang lebih banyak mengkonsumsi gas bumi dari pada minyak bumi. Hal ini terjadi karena mulai menurunnya jumlah produksi minyak bumi di Indonesia dan juga hampir melanda sebagian besar wilayah-wilayah penghasil minyak di negara-negara lain. Indonesia sudah jelas keluar dari OPEC karena telah tidak bisa lagi mengekspor minyak ke negara lain, bahkan Indonesia menjadi negara pengimpor minyak, walaupun minyak mentah berkualitas tertinggi di dunia dihasilkan oleh ladang minyak Duri di Riau. Hanya jumlahnya mulai berkurang secara keseluruhan, ditambah dengan peningkatan jumlah penduduk Indonesia yang mengkonsumsi minyak segala jenis semakin besar, baik minyak tanah, minyak bakar, bensin, solar, avtur, dan turunan olahannya.
Sekarang, produksi gas bumi Indonesia melebihi kapasitas penggunaan, sehingga gas bumi Indonesia bisa diekspor, salah satunya ke terminal LNG POSCO di Gwangyang, Korea Selatan. Terpikir juga olehku tentang pengelolaan sumur-sumur minyak tua yang sudah tidak bisa diproduksi secara ekonomis oleh perusahaan. Aku pun mengubek-ubek sumur tua eh... maksudku lemari tua tempat menyimpan buku majalah. Kayaknya ada deh majalah yang baru kubeli bercerita tentang sumur tua minyak. Beberapa waktu lalu aku juga sempet nonton di Metrotv tentang sumur tua di daerah Cepu. Hmmmm... ini cerita ringkasnya :
Ketika sumur-sumur minyak tidak bisa berproduksi secara ekonomis lagi menurut perusahaan, maka masyarakat tempatan berupaya baik secara pribadi maupun bersama-sama (kelompok ataupun koperasi) untuk mengelola sumur tua dengan peralatan seadanya. Peralatan itu umumnya benar-benar sederhana dengan tenaga penggeraknya adalah manusia, sebagian kecil lainnya menggunakan tenaga penggerak mesin untuk memompa/menarik keluar minyak-minyak bumi yang tersisa. Sebuah timba/ember/pengangkat-minyak yang terbuat dari pipa dengan panjang tertentu dengan diameter lebih kecil dari sumur minyak, dimasukkan ke dalam sumur, lalu di tarik beramai-ramai. Ini banyak terlihat di daerah Cepu dan Blora.
Ternyata, potensi sumur tua di Indonesia cukup banyak, yang bisa mencukupi nafkah/pendapatan masyarakat sekitarnya. Tercatat bahwa total sumur tua di Indonesia sebanyak 13.824 buah sumur, yang tersebar di :
Masalah utama dalam pengelolaan sumur tua umumnya adalah perebutan lahan antara masyarakat dengan masyarakat, dan masyarakat dengan perusahaan kontraktor pengusahaan & produksi minyak.
Dengan mengikuti prosedur administratif pengusahaan sumur tua, pengelolaan minyak pada sumur tua dapat mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Hal ini terjadi - sebagai contoh - pada Koperasi Unit Desa Wargo Tani Makmur (KUD WTM) yang terletak di Kecamatan Jiken, Blora, Jawa Tengah. KUD WTM bekerjasama dengan Pertamina EP Cepu dapat mengelola 24 sumur tua yang ada di wilayah kerja Pertamina EP Cepu. Keuntungan yang diperoleh KUD WTM adalah berkisar 200 juta rupiah sebulan, dan minyaknya yang dihasilkannya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat tempatan dan sekitarnya.
Hal ini bisa menjadi contoh yang bagus bagi masyarakat lain, termasuk Pemerintah Daerah, perusahaan kontraktor pengusahaan/produksi minyak untuk dapat bekerjasama dalam mengelola sumur tua minyak dan mensejahterakan masyarakat tempatan. Untuk menyelesaikan sengketa lahan di sekitar sumur tua, sangat diharapkan bantuan pemerintah daerah.
Terlepas dari usaha mensejahterakan masyarakat tempatan melalui sumur tua minyak, pemerintah melalui lembaga terkait hendaknya dapat mengarahkan dan membantu perusahaan-perusahaan dan masyarakat untuk beralih ke sumber daya energi terbarukan seperti bio-diesel.
Sumber :
Majalah Indocita, Oil & Gas Business and Community, Edisi Agustus 2009
BPH Migas (http://www.bphmigas.go.id/)
MetroTV
Sekarang, produksi gas bumi Indonesia melebihi kapasitas penggunaan, sehingga gas bumi Indonesia bisa diekspor, salah satunya ke terminal LNG POSCO di Gwangyang, Korea Selatan. Terpikir juga olehku tentang pengelolaan sumur-sumur minyak tua yang sudah tidak bisa diproduksi secara ekonomis oleh perusahaan. Aku pun mengubek-ubek sumur tua eh... maksudku lemari tua tempat menyimpan buku majalah. Kayaknya ada deh majalah yang baru kubeli bercerita tentang sumur tua minyak. Beberapa waktu lalu aku juga sempet nonton di Metrotv tentang sumur tua di daerah Cepu. Hmmmm... ini cerita ringkasnya :
Ketika sumur-sumur minyak tidak bisa berproduksi secara ekonomis lagi menurut perusahaan, maka masyarakat tempatan berupaya baik secara pribadi maupun bersama-sama (kelompok ataupun koperasi) untuk mengelola sumur tua dengan peralatan seadanya. Peralatan itu umumnya benar-benar sederhana dengan tenaga penggeraknya adalah manusia, sebagian kecil lainnya menggunakan tenaga penggerak mesin untuk memompa/menarik keluar minyak-minyak bumi yang tersisa. Sebuah timba/ember/pengangkat-minyak yang terbuat dari pipa dengan panjang tertentu dengan diameter lebih kecil dari sumur minyak, dimasukkan ke dalam sumur, lalu di tarik beramai-ramai. Ini banyak terlihat di daerah Cepu dan Blora.
Ternyata, potensi sumur tua di Indonesia cukup banyak, yang bisa mencukupi nafkah/pendapatan masyarakat sekitarnya. Tercatat bahwa total sumur tua di Indonesia sebanyak 13.824 buah sumur, yang tersebar di :
Sumatera bagian selatan (3.623 buah sumur)
Sumatera bagian utara (2.392 buah sumur)
Sumatera bagian tengah ( 1.633 buah sumur)
Kalimantan timur (3.143 buah sumur)
Kalimantan selatan (100 buah sumur)
Jawa tengah, timur dan madura (2.496 buah sumur)
Papua (208 buah sumur)
Seram (229 buah sumur)
Masalah utama dalam pengelolaan sumur tua umumnya adalah perebutan lahan antara masyarakat dengan masyarakat, dan masyarakat dengan perusahaan kontraktor pengusahaan & produksi minyak.
Dengan mengikuti prosedur administratif pengusahaan sumur tua, pengelolaan minyak pada sumur tua dapat mensejahterakan masyarakat sekitarnya. Hal ini terjadi - sebagai contoh - pada Koperasi Unit Desa Wargo Tani Makmur (KUD WTM) yang terletak di Kecamatan Jiken, Blora, Jawa Tengah. KUD WTM bekerjasama dengan Pertamina EP Cepu dapat mengelola 24 sumur tua yang ada di wilayah kerja Pertamina EP Cepu. Keuntungan yang diperoleh KUD WTM adalah berkisar 200 juta rupiah sebulan, dan minyaknya yang dihasilkannya dapat mencukupi kebutuhan masyarakat tempatan dan sekitarnya.
Hal ini bisa menjadi contoh yang bagus bagi masyarakat lain, termasuk Pemerintah Daerah, perusahaan kontraktor pengusahaan/produksi minyak untuk dapat bekerjasama dalam mengelola sumur tua minyak dan mensejahterakan masyarakat tempatan. Untuk menyelesaikan sengketa lahan di sekitar sumur tua, sangat diharapkan bantuan pemerintah daerah.
Terlepas dari usaha mensejahterakan masyarakat tempatan melalui sumur tua minyak, pemerintah melalui lembaga terkait hendaknya dapat mengarahkan dan membantu perusahaan-perusahaan dan masyarakat untuk beralih ke sumber daya energi terbarukan seperti bio-diesel.
Sumber :
Majalah Indocita, Oil & Gas Business and Community, Edisi Agustus 2009
BPH Migas (http://www.bphmigas.go.id/)
MetroTV