Anak Kecil itu tertawa sumringah sedikit cengengesan. Tangan kirinya hanya sampai sebatas lengan, entah kenapa. Tidak berniat bertanya, takut tersinggung. Umurnya sekitaran 12 tahun. Tangan kanannya memegang ember plastik kecil warna hijau. Memakai kopiah warna hitam masih bagus walau tidak baru. Kaosnya pun sedikit kebesaran dengan paduan celana pendek yang sedikit menggantung di atas tumit.
Anak Kecil itu cengengesan ketika mendekati meja aku dan temen-temen tentara dari Yon Arhanudse 13 Batri R Pekanbaru yang sedang duduk di warung tenda Ajo, kebetulan saat itu aku lagi tidak ada janjian nongkrong dengan Blogger Bertuah. Warung Tenda Ajo menjual Teh Telur dan jenis makanan minuman lainnya merupakan tempat favoritku untuk nongkrong di malam hari. Anak kecil itu sebut saja bernama AKI, karena sampai akhir cerita pun aku tak tau namanya.
AKI mendekati kami, salah seorang temenku pun menyapanya, "Darimana kamu?". AKI menjawab, "Cari pitih Da" (Cari uang bang). Hmmmmm... ternyata AKI menggunakan bahasa Minang. Temenku memberikan uang seribu rupiah kepada AKI yang ditampungnya dalam ember plastik kecil yang selalu ditentengnya di tangan kanan. Setelah menerima uang, AKI pun menggelitik pinggang temenku dengan menggunakan tangan kirinya yang tidak sempurna. AKI tertawa riang bersama temenku itu.
"Dia emang biasa begitu bang, kalo kita kasi duit ke dia, terutama untuk orang yang sering ngasi duit ke dia", kata temenku menjelaskan hal tersebut kepadaku. Aku pun tersenyum-senyum ga jelas.
"Jo, tuka pitih Jo", pinta AKI ke Ajo (Jo, tukar uang Jo). Ajo pun menghitung uang AKI bersama-sama. Terkumpul sekitar Rp.44.000,- saja. AKI berujar cepat, "Tunggu sabanta Jo, ambo cari pitih enam ribu dulu, buek ganok an limo puluah" (Tunggu sebentar Jo, aku cari uang enam ribu dulu, buat menggenapkan lima puluh ribu). AKI pun bergegas ke tempat lain. Tak sampai 1 menit, AKI kembali dengan recehan jumlahnya Rp.10.000,- pas. Astaga... ckckckck... aku berdecak kagum bingung aneh. Tak sampai 1 menit AKI udah berhasil mendapatkan uang segitu banyak. AJO pun mengambil uang recehan AKI sebanyak Rp.50.000,- dan memberikan selembar uang kertas pecahan Rp.50.000,- juga, dan AKI masih memegang sisa recehan Rp.4.000,-.
Ketika temenku bertanya kepada AKI berapa lama AKI mendapatkan uang sebanyak itu, AKI pun menjelaskan bahwa dia mendapatkan uang itu sejak dari jam 7 malam selepas maghrib. Waaaaaah... aku pun makin kebingungan. Sekarang jam 8 malam, berarti dalam waktu 1 jam AKI telah berhasil mengumpulkan uang recehan sebanyak Rp.54.000,-. Woooow... fantastis hatiku berkata. Ajo saja yang berusaha dari selepas maghrib sampai subuh, baru bisa menghasilkan 3 kali lipat hasil AKI.
"Julo-julo inyo se dua atuih ibu sahari bang", kata Ajo kepadaku selepas AKI berlalu dengan tertawa sumringah (Jula-julanya saja dua ratus ribu sehari bang). Whaaaaat???? Jula-jula semacam arisan kumpul duit yang pada masa tertentu diberikan kepada pengikut arisan itu. Jangka waktu undian menerima jula-jula bisa per 10 hari, 20 hari atau 30 hari ataupun sesuai kesepakatan bersama, walau ada juga yang punya hitungan bulanan. AKI ikut jula-jula Rp.200.000 per hari dalam jangka waktu 30 hari. Woooow.... berarti AKI akan menerima sekitar Rp.6.000.000,- jika giliran waktunya tiba menerima undian jula-jula. Lebih besar daripada gajiku, aku cuma setengahnya saja.
Jika AKI membayar jula-jula Rp.200.000,- sehari ditambah biaya hidup untuk makan, transport, dan lain-lain kuhitung pendapatan AKI dari meminta uang recehan itu sekitar Rp.300.000,- kurang lebih. Pendapatku ini dibantah Ajo, bahwa AKI mendapatkan uang recehan per hari adalah minimal Rp.350.000,-. Whaaaaaaaaat.... hampir pingsan aku mendengar hal itu. Tentara yang temenku itu membenarkan kata-kata Ajo. Temenku itu bilang bahwa dia pernah ketemu AKI di daerah Perawang dan pada saat itu AKI udah mendapatkan uang recehan sebanyak Rp.475.000,- padahal hari masih siang. Jika AKI berjalan mendapatkan uang recehan lagi di malam harinya, bisa lebih banyak lagi pendapatannya.
Tak habis pikir.
Dijelaskan Ajo, AKI tidak mau sekolah lagi, padahal anaknya pintar. Orang tuanya di kampung masih punya sawah dan masih sanggup menyekolahkan AKI. Cuma sangat disayangkan, orang tua AKI tidak menyuruh AKI untuk sekolah lagi. Bahkan orang tua AKI menerima kiriman sekitar Rp.1.000.000,- per bulan dari pendapatan AKI meminta uang receh.
Tak habis pikir.
Kenapa pekerjaan mendapatkan belas kasihan orang karena ketidaksempurnaan tangan AKI menjadi suatu hal yang disukai oleh AKI dan orang tuanya?
Bagaimana dengan peraturan tentang Ketenagakerjaan dan Pekerja Anak?
Bagaimana dengan hak azasi anak?
Bagaimana anak bisa menikmati masa anak-anaknya?
hmmmm.....
Cerita ini kututup dengan pertanyaan seperti di atas. Sampai sekarang aku tidak tahu jawabannya. Bahkan aku pun tidak tahu nama asli Anak Kecil Itu yang kusebut AKI dalam cerita ini. Semoga AKI baik-baik saja dan mau bersekolah lagi serta tidak meminta-minta uang receh lagi. Dan aku juga tidak bisa memotretnya karena tidak bawa kamera.
*****
Anak Kecil itu cengengesan ketika mendekati meja aku dan temen-temen tentara dari Yon Arhanudse 13 Batri R Pekanbaru yang sedang duduk di warung tenda Ajo, kebetulan saat itu aku lagi tidak ada janjian nongkrong dengan Blogger Bertuah. Warung Tenda Ajo menjual Teh Telur dan jenis makanan minuman lainnya merupakan tempat favoritku untuk nongkrong di malam hari. Anak kecil itu sebut saja bernama AKI, karena sampai akhir cerita pun aku tak tau namanya.
AKI mendekati kami, salah seorang temenku pun menyapanya, "Darimana kamu?". AKI menjawab, "Cari pitih Da" (Cari uang bang). Hmmmmm... ternyata AKI menggunakan bahasa Minang. Temenku memberikan uang seribu rupiah kepada AKI yang ditampungnya dalam ember plastik kecil yang selalu ditentengnya di tangan kanan. Setelah menerima uang, AKI pun menggelitik pinggang temenku dengan menggunakan tangan kirinya yang tidak sempurna. AKI tertawa riang bersama temenku itu.
"Dia emang biasa begitu bang, kalo kita kasi duit ke dia, terutama untuk orang yang sering ngasi duit ke dia", kata temenku menjelaskan hal tersebut kepadaku. Aku pun tersenyum-senyum ga jelas.
"Jo, tuka pitih Jo", pinta AKI ke Ajo (Jo, tukar uang Jo). Ajo pun menghitung uang AKI bersama-sama. Terkumpul sekitar Rp.44.000,- saja. AKI berujar cepat, "Tunggu sabanta Jo, ambo cari pitih enam ribu dulu, buek ganok an limo puluah" (Tunggu sebentar Jo, aku cari uang enam ribu dulu, buat menggenapkan lima puluh ribu). AKI pun bergegas ke tempat lain. Tak sampai 1 menit, AKI kembali dengan recehan jumlahnya Rp.10.000,- pas. Astaga... ckckckck... aku berdecak kagum bingung aneh. Tak sampai 1 menit AKI udah berhasil mendapatkan uang segitu banyak. AJO pun mengambil uang recehan AKI sebanyak Rp.50.000,- dan memberikan selembar uang kertas pecahan Rp.50.000,- juga, dan AKI masih memegang sisa recehan Rp.4.000,-.
Ketika temenku bertanya kepada AKI berapa lama AKI mendapatkan uang sebanyak itu, AKI pun menjelaskan bahwa dia mendapatkan uang itu sejak dari jam 7 malam selepas maghrib. Waaaaaah... aku pun makin kebingungan. Sekarang jam 8 malam, berarti dalam waktu 1 jam AKI telah berhasil mengumpulkan uang recehan sebanyak Rp.54.000,-. Woooow... fantastis hatiku berkata. Ajo saja yang berusaha dari selepas maghrib sampai subuh, baru bisa menghasilkan 3 kali lipat hasil AKI.
"Julo-julo inyo se dua atuih ibu sahari bang", kata Ajo kepadaku selepas AKI berlalu dengan tertawa sumringah (Jula-julanya saja dua ratus ribu sehari bang). Whaaaaat???? Jula-jula semacam arisan kumpul duit yang pada masa tertentu diberikan kepada pengikut arisan itu. Jangka waktu undian menerima jula-jula bisa per 10 hari, 20 hari atau 30 hari ataupun sesuai kesepakatan bersama, walau ada juga yang punya hitungan bulanan. AKI ikut jula-jula Rp.200.000 per hari dalam jangka waktu 30 hari. Woooow.... berarti AKI akan menerima sekitar Rp.6.000.000,- jika giliran waktunya tiba menerima undian jula-jula. Lebih besar daripada gajiku, aku cuma setengahnya saja.
Jika AKI membayar jula-jula Rp.200.000,- sehari ditambah biaya hidup untuk makan, transport, dan lain-lain kuhitung pendapatan AKI dari meminta uang recehan itu sekitar Rp.300.000,- kurang lebih. Pendapatku ini dibantah Ajo, bahwa AKI mendapatkan uang recehan per hari adalah minimal Rp.350.000,-. Whaaaaaaaaat.... hampir pingsan aku mendengar hal itu. Tentara yang temenku itu membenarkan kata-kata Ajo. Temenku itu bilang bahwa dia pernah ketemu AKI di daerah Perawang dan pada saat itu AKI udah mendapatkan uang recehan sebanyak Rp.475.000,- padahal hari masih siang. Jika AKI berjalan mendapatkan uang recehan lagi di malam harinya, bisa lebih banyak lagi pendapatannya.
Tak habis pikir.
Dijelaskan Ajo, AKI tidak mau sekolah lagi, padahal anaknya pintar. Orang tuanya di kampung masih punya sawah dan masih sanggup menyekolahkan AKI. Cuma sangat disayangkan, orang tua AKI tidak menyuruh AKI untuk sekolah lagi. Bahkan orang tua AKI menerima kiriman sekitar Rp.1.000.000,- per bulan dari pendapatan AKI meminta uang receh.
Tak habis pikir.
Kenapa pekerjaan mendapatkan belas kasihan orang karena ketidaksempurnaan tangan AKI menjadi suatu hal yang disukai oleh AKI dan orang tuanya?
Bagaimana dengan peraturan tentang Ketenagakerjaan dan Pekerja Anak?
Bagaimana dengan hak azasi anak?
Bagaimana anak bisa menikmati masa anak-anaknya?
hmmmm.....
Cerita ini kututup dengan pertanyaan seperti di atas. Sampai sekarang aku tidak tahu jawabannya. Bahkan aku pun tidak tahu nama asli Anak Kecil Itu yang kusebut AKI dalam cerita ini. Semoga AKI baik-baik saja dan mau bersekolah lagi serta tidak meminta-minta uang receh lagi. Dan aku juga tidak bisa memotretnya karena tidak bawa kamera.
Pergi ke Sigunggung beli buah kuini
Jangan tersinggung ceritaku ini
Buka cerita dengan judulnya
Coba kita ambil hikmahnya
*****
- Cerita ini terjadi sekitar awal bulan Mei 2010 berlokasi di Warung Tenda Ajo Jalan Harapan Raya simpang Kapling I Pekanbaru.
- Cerita ini untuk diikutsertakan dalam kontes ANAZKIA dengan sponsor HIDUP UNTUK BERBAGI DENAIHATI
- Cerita ini pun mempersilahkan pengunjung untuk berkomentar jika ada yang berminat untuk mencari jalan pemecahannya terhadap AKI-AKI lain yang banyak beredar di jalanan.