Batik Kauman Solo Indonesia (Kaoeman) merupakan sebuah perkampungan batik yang tentu saja menjadi suatu kawasan penghasil batik dimana masyarakatnya dominan memproduksi batik. Terdapat 3 bentuk/jenis motif batik yang dihasilkan di Kampung Batik Kauman yaitu :
Batik klasik motif pakem (batik tulis) merupakan motif unggulan Kampung Wisata Batik Kauman Solo karena merupakan motif yang selalu dipakai oleh para keluarga Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang mana keahlian membatik di kampung kauman merupakan keahlian diturunkan dari keluarga kasunanan sendiri kepada masyarakat Kauman.
Kampung Batik Kauman Solo sangat erat kaitannya dengan sejarah perpindahan Kraton Kartosuro ke Desa Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kampung yang semula berisi lapisan masyarakat alim-ulama, penghulu tafsir anom, ketip, modin, suronoto, dan kaum (abdi dalem). Para abdi dalem inilah yang mendapat keahlian dari ajaran membatik secara khusus dari Kraton Kasunanan terutama untuk keahlian membatik selendang/jarik yang berkembang ke jenis batik lainnya. Tradisi batik kauman mewarisi secara langsung inspirasi membatik dari Ndalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Photo-photo di bawah ini berasal dari :
Best Photofotoimages Indonesia
Hasil dari jalan-jalan ke SOLO awal Juni 2010
salah satunya adalah Batik Soga di Kampung Kauman
Lokasi :
Kampung Wisata Batik Kauman/Kaoeman
(dekat Kampung Keplekan)
masuk dari Jalan Slamet Riyadi, Solo, Surakarta - Indonesia
************
Kelurahan Kauman yang memiliki luas 20,10 hektare merupakan salah satu kampung lama di pusat kota yang mempunyai kaitan erat dengan Keraton Surakarta. Kampungnya menyatu dengan Mesjid Agung, mempunyai karakter spesifik dengan bangunan-bangunan kuno bercirikan arsitektur tradisional Jawa, serta kegiatan masyarakat bernuansa Islami yang ada di dalamnya.
Kauman mulai tumbuh saat Paku Buwono III membangun Mesjid Agung pada tahun 1757 M. Sang Raja mengangkat Tafsir Anom sebagai Penghulu Mesjid Agung. Dalam melaksanakan tugas sehari-harinya, penghulu Mesjid Agung dibantu oleh abdi dalem ulama lainnya (antara lain Ketib dan Merbot). Para abdi dalem ulama beserta santri-nya tinggal di sekitar Mesjid Agung yang kemudian berkembang dan dinamakan Kauman yang berarti kampung “Kaum”.
Pada mulanya para abdi dalem ulama hanya bekerja sebagai abdi dalem saja, istrinya bekerja sambilan membatik di rumahnya untuk konsumsi keraton. Seiring berjalannya waktu usaha rumah tangga tersebut kemudian berkembang menjadi usaha batik dan kerja rangkap ini berhasil menaikkan taraf ekonomi masyarakat. Usaha inilah yang antara lain menyebabkan masyarakat Kauman dapat membangun rumah yang megah/indah pada awal tahun 1800 sampai dengan pertengahan tahun 1900 (berdasarkan hasil penelitian tahun penulis lakukan tahun 1998).
Kampung tersebut menjadi makmur karena hidupnya usaha batik yang mendominasi kehidupan masyarakat pada masa itu. Bahkan menurut penelitian Wiwik Setyaningsih (tahun 2000), keberhasilan usaha ini menarik minat para pendatang (teteko) untuk tinggal di wilayah Kauman dan menjadi kawula dalem yang bekerja memenuhi segala kebutuhan keraton seperti menjahit (kampung Gerjen), membuat kue (kampung Baladan), membordir (kampung Blodiran) dan sebagainya.
Adanya kesamaan status sosial dan agama telah mendorong terjadinya perkawinan antarsaudara (yang oleh Adaby Darban disebut endogami), dengan demikian terbentuklah masyarakat Kauman menjadi masyarakat yang mempunyai ikatan pertalian darah/kekeluargaan yang pekat.
Kampung Batik Kauman Solo
Nilai Historis
Akan tetapi tahun 1939-1970an usaha batik tulis mengalami kebangkrutan. Oleh karena sebagian besar penghuni beralih profesi ke bidang lain, bekas tempat usaha batik menjadi terbengkelai dan tidak terawat. Jumlah pengusaha batik yang aktif produksi dan menjual hasil usahanya di wilayah tersebut jauh berkurang dari sekitar 65, sekarang hanya tinggal 22, selebihnya melakukan pemrosesan batik di luar Kauman.
Kelurahan Kauman bermula dari Kawedanan Yogiswara/Kapengulon. Mesjid Agung dan sekitarnya adalah tanah milik Keraton yang disebut Bumi Pamijen Keraton atau Domein Keraton Surakarta. Kauman disebut Bumi Mutihan atau Bumi Pamethakan yaitu wilayah yang hanya boleh dihuni oleh rakyat (kawula dalem) yang beragama Islam. Tanah-tanah swapraja/bekas swapraja ini menurut Kepmendagri 26 Mei 1988 Nomor 593.82/1957/SJ sesuai dengan Diktum ke 4 huruf A UUPA semenjak 24 September 1960 telah dihapus haknya dan beralih kepada negara, tanah tersebut kemudian menjadi tanah negara dan dapat dimohon oleh siapa pun yang memenuhi syarat untuk menjadi hak milik (demikian informasi dari Tondonegoro, Bagian Pasiten, tahun 1998).
Nama kampung di wilayah Kauman diberikan berdasarkan aktivitas penghuninya, kampung Pangulon yaitu tempat tinggal penghulu keraton, kampung Sememen sebagai tempat tinggal ketib Sememi, kampung Modinan merupakan tempat tinggal para modin. Selain itu terdapat kampung para teteko (Kampung Baladan, Brodiran, Gerjen, dan lain-lain). Sedangkan nama jalan diambil dari simbol-simbol kebesaran Keraton Surakarta yang dianggap mempunyai kekuatan sakral/magis, di antaranya nama jalan Wijayakusuma dan Kalimosodo, semuanya mempunyai nilai historis yang sakral, demikian menurut Biwadanata PB X yang diungkapkan oleh Wiwik Setyaningsih, 2000.
Saat ini terdapat perbedaan kehidupan sosial ekonomi yang cukup menyolok antara masyarakat Kauman yang tinggal di bagian dalam, dengan yang tinggal di bagian tepi jalan besar. Masyarakat yang tinggal di bagian dalam, sebagian besar penduduk asli dengan mata pencaharian sebagai pedagang atau meneruskan usaha batik orangtuanya. Sedangkan masyarakat yang tinggal di tepi jalan besar umumnya keturunan Tionghoa. Rumah mereka dimanfaatkan untuk toko/perkantoran.
Potensi bangunan kuno, batik dan budaya masyarakat yang khas tidak terlihat dari luar, tertutup pertokoan dan perkantoran. Hal inilah yang salah satu menjadi penyebab Kauman kurang dikenal oleh masyarakat luas, diperlukan upaya untuk memecahkannya sehingga orang dapat tertarik untuk masuk ke kawasan ini.
Kampung Batik Kauman Solo
Kauman adalah wilayah Kampung Lama yang layak untuk dilestarikan dan dikembangkan menjadi kampung wisata religius dan batik dengan alasan antara lain, pertama, merupakan kampung lama bersejarah lengkap dengan artefak bangunan kunonya, seperti Mesjid Agung, Langgar, Rumah Abdi Dalem Ulama dan Rumah Pengusaha Batik yang sebagian besar masih asli dan siap dibangkitkan kembali.
Kedua, masyarakat masih memegang teguh ajaran Islam. Wisata kampung abdi dalem ulama dan batik, menjadi potensi ciri khas Kauman yang tidak dijumpai ditempat lain. Ketiga, Sangat erat kaitannya dengan Keraton Surakarta. Upaya pengembangan kampung ini bisa memperkuat keberadaan Keraton dan kampung-kampung lama yang ada di sekitarnya.
Keempat, terletak di wilayah komersial perdagangan dan perkantoran sehingga mempunyai kemungkinan perkembangan ekonomi lebih mudah dan cepat. Kelima, fakta bahwa Kampung Kauman terletak di Koridor Budaya Surakarta (Keraton-Mangkunegaran-Pasar Gedhe), yang merupakan wilayah dengan prioritas penanganan konservasi. Alasan keenam yakni minat masyarakat setempat yang besar dalam memberdayakan wilayahnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuk/dilantiknya Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman pada 7 April 2006 lalu.
Adalah suatu usaha yang patut dihargai dan perlu didukung oleh semua pihak, minat dari masyarakat setempat untuk “menghidupkan kembali” kejayaan wilayahnya. Ide tersebut sudah mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak Pemerintah Kota Surakarta. Penanganan wilayah ini harus segera dilaksanakan supaya tidak berakibat semakin hancur dan rusaknya wilayah yang sangat potensial ini.
- batik klasik motif pakem (batik tulis),
- batik murni cap,
- model kombinasi antara tulis dan cap.
Batik klasik motif pakem (batik tulis) merupakan motif unggulan Kampung Wisata Batik Kauman Solo karena merupakan motif yang selalu dipakai oleh para keluarga Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang mana keahlian membatik di kampung kauman merupakan keahlian diturunkan dari keluarga kasunanan sendiri kepada masyarakat Kauman.
Kampung Batik Kauman Solo sangat erat kaitannya dengan sejarah perpindahan Kraton Kartosuro ke Desa Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Kampung yang semula berisi lapisan masyarakat alim-ulama, penghulu tafsir anom, ketip, modin, suronoto, dan kaum (abdi dalem). Para abdi dalem inilah yang mendapat keahlian dari ajaran membatik secara khusus dari Kraton Kasunanan terutama untuk keahlian membatik selendang/jarik yang berkembang ke jenis batik lainnya. Tradisi batik kauman mewarisi secara langsung inspirasi membatik dari Ndalem Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Photo-photo di bawah ini berasal dari :
Best Photofotoimages Indonesia
Hasil dari jalan-jalan ke SOLO awal Juni 2010
salah satunya adalah Batik Soga di Kampung Kauman
Lokasi :
Kampung Wisata Batik Kauman/Kaoeman
(dekat Kampung Keplekan)
masuk dari Jalan Slamet Riyadi, Solo, Surakarta - Indonesia
************
Lebih Jauh Tentang Kampung Kauman
Oleh Musyawaroh
(Penulis adalah Dosen Fakultas Teknik UNS Surakarta)
http://info.indotoplist.com
Kelurahan Kauman yang memiliki luas 20,10 hektare merupakan salah satu kampung lama di pusat kota yang mempunyai kaitan erat dengan Keraton Surakarta. Kampungnya menyatu dengan Mesjid Agung, mempunyai karakter spesifik dengan bangunan-bangunan kuno bercirikan arsitektur tradisional Jawa, serta kegiatan masyarakat bernuansa Islami yang ada di dalamnya.
Kauman mulai tumbuh saat Paku Buwono III membangun Mesjid Agung pada tahun 1757 M. Sang Raja mengangkat Tafsir Anom sebagai Penghulu Mesjid Agung. Dalam melaksanakan tugas sehari-harinya, penghulu Mesjid Agung dibantu oleh abdi dalem ulama lainnya (antara lain Ketib dan Merbot). Para abdi dalem ulama beserta santri-nya tinggal di sekitar Mesjid Agung yang kemudian berkembang dan dinamakan Kauman yang berarti kampung “Kaum”.
Pada mulanya para abdi dalem ulama hanya bekerja sebagai abdi dalem saja, istrinya bekerja sambilan membatik di rumahnya untuk konsumsi keraton. Seiring berjalannya waktu usaha rumah tangga tersebut kemudian berkembang menjadi usaha batik dan kerja rangkap ini berhasil menaikkan taraf ekonomi masyarakat. Usaha inilah yang antara lain menyebabkan masyarakat Kauman dapat membangun rumah yang megah/indah pada awal tahun 1800 sampai dengan pertengahan tahun 1900 (berdasarkan hasil penelitian tahun penulis lakukan tahun 1998).
Kampung tersebut menjadi makmur karena hidupnya usaha batik yang mendominasi kehidupan masyarakat pada masa itu. Bahkan menurut penelitian Wiwik Setyaningsih (tahun 2000), keberhasilan usaha ini menarik minat para pendatang (teteko) untuk tinggal di wilayah Kauman dan menjadi kawula dalem yang bekerja memenuhi segala kebutuhan keraton seperti menjahit (kampung Gerjen), membuat kue (kampung Baladan), membordir (kampung Blodiran) dan sebagainya.
Adanya kesamaan status sosial dan agama telah mendorong terjadinya perkawinan antarsaudara (yang oleh Adaby Darban disebut endogami), dengan demikian terbentuklah masyarakat Kauman menjadi masyarakat yang mempunyai ikatan pertalian darah/kekeluargaan yang pekat.
Kampung Batik Kauman Solo
Nilai Historis
Akan tetapi tahun 1939-1970an usaha batik tulis mengalami kebangkrutan. Oleh karena sebagian besar penghuni beralih profesi ke bidang lain, bekas tempat usaha batik menjadi terbengkelai dan tidak terawat. Jumlah pengusaha batik yang aktif produksi dan menjual hasil usahanya di wilayah tersebut jauh berkurang dari sekitar 65, sekarang hanya tinggal 22, selebihnya melakukan pemrosesan batik di luar Kauman.
Kelurahan Kauman bermula dari Kawedanan Yogiswara/Kapengulon. Mesjid Agung dan sekitarnya adalah tanah milik Keraton yang disebut Bumi Pamijen Keraton atau Domein Keraton Surakarta. Kauman disebut Bumi Mutihan atau Bumi Pamethakan yaitu wilayah yang hanya boleh dihuni oleh rakyat (kawula dalem) yang beragama Islam. Tanah-tanah swapraja/bekas swapraja ini menurut Kepmendagri 26 Mei 1988 Nomor 593.82/1957/SJ sesuai dengan Diktum ke 4 huruf A UUPA semenjak 24 September 1960 telah dihapus haknya dan beralih kepada negara, tanah tersebut kemudian menjadi tanah negara dan dapat dimohon oleh siapa pun yang memenuhi syarat untuk menjadi hak milik (demikian informasi dari Tondonegoro, Bagian Pasiten, tahun 1998).
Nama kampung di wilayah Kauman diberikan berdasarkan aktivitas penghuninya, kampung Pangulon yaitu tempat tinggal penghulu keraton, kampung Sememen sebagai tempat tinggal ketib Sememi, kampung Modinan merupakan tempat tinggal para modin. Selain itu terdapat kampung para teteko (Kampung Baladan, Brodiran, Gerjen, dan lain-lain). Sedangkan nama jalan diambil dari simbol-simbol kebesaran Keraton Surakarta yang dianggap mempunyai kekuatan sakral/magis, di antaranya nama jalan Wijayakusuma dan Kalimosodo, semuanya mempunyai nilai historis yang sakral, demikian menurut Biwadanata PB X yang diungkapkan oleh Wiwik Setyaningsih, 2000.
Saat ini terdapat perbedaan kehidupan sosial ekonomi yang cukup menyolok antara masyarakat Kauman yang tinggal di bagian dalam, dengan yang tinggal di bagian tepi jalan besar. Masyarakat yang tinggal di bagian dalam, sebagian besar penduduk asli dengan mata pencaharian sebagai pedagang atau meneruskan usaha batik orangtuanya. Sedangkan masyarakat yang tinggal di tepi jalan besar umumnya keturunan Tionghoa. Rumah mereka dimanfaatkan untuk toko/perkantoran.
Potensi bangunan kuno, batik dan budaya masyarakat yang khas tidak terlihat dari luar, tertutup pertokoan dan perkantoran. Hal inilah yang salah satu menjadi penyebab Kauman kurang dikenal oleh masyarakat luas, diperlukan upaya untuk memecahkannya sehingga orang dapat tertarik untuk masuk ke kawasan ini.
Kampung Batik Kauman Solo
Kauman adalah wilayah Kampung Lama yang layak untuk dilestarikan dan dikembangkan menjadi kampung wisata religius dan batik dengan alasan antara lain, pertama, merupakan kampung lama bersejarah lengkap dengan artefak bangunan kunonya, seperti Mesjid Agung, Langgar, Rumah Abdi Dalem Ulama dan Rumah Pengusaha Batik yang sebagian besar masih asli dan siap dibangkitkan kembali.
Kedua, masyarakat masih memegang teguh ajaran Islam. Wisata kampung abdi dalem ulama dan batik, menjadi potensi ciri khas Kauman yang tidak dijumpai ditempat lain. Ketiga, Sangat erat kaitannya dengan Keraton Surakarta. Upaya pengembangan kampung ini bisa memperkuat keberadaan Keraton dan kampung-kampung lama yang ada di sekitarnya.
Keempat, terletak di wilayah komersial perdagangan dan perkantoran sehingga mempunyai kemungkinan perkembangan ekonomi lebih mudah dan cepat. Kelima, fakta bahwa Kampung Kauman terletak di Koridor Budaya Surakarta (Keraton-Mangkunegaran-Pasar Gedhe), yang merupakan wilayah dengan prioritas penanganan konservasi. Alasan keenam yakni minat masyarakat setempat yang besar dalam memberdayakan wilayahnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuk/dilantiknya Paguyuban Kampung Wisata Batik Kauman pada 7 April 2006 lalu.
Adalah suatu usaha yang patut dihargai dan perlu didukung oleh semua pihak, minat dari masyarakat setempat untuk “menghidupkan kembali” kejayaan wilayahnya. Ide tersebut sudah mendapatkan tanggapan yang positif dari pihak Pemerintah Kota Surakarta. Penanganan wilayah ini harus segera dilaksanakan supaya tidak berakibat semakin hancur dan rusaknya wilayah yang sangat potensial ini.
Sumber :
Best Photofotoimages Indonesia
http://solobatik.athost.net
http://batikindonesia.com
http://www.surakarta.go.id
http://juragancanthing.blogdetik.com
http://info.indotoplist.com
http://wisatasolo.com
www.visit-solo.com
Best Photofotoimages Indonesia
http://solobatik.athost.net
http://batikindonesia.com
http://www.surakarta.go.id
http://juragancanthing.blogdetik.com
http://info.indotoplist.com
http://wisatasolo.com
www.visit-solo.com