Festival Lampu Colok Pekanbaru 2011 dilaksanakan pada Hari Jum'at tanggal 26 Agustus 2011 jam 21.30 kemaren. Merupakan malam ke 27 Ramadhan yang biasa disebut malam "27 Likur". Dan menjadi tradisi di Pekanbaru dan Bengkalis serta beberapa daerah lain setiap tanggal 27 Ramadhan menyalakan lampu colok.
Menurut Almarhumah Emak, sejarahnya lampu colok dulu di kampung-kampung sebenarnya dinyalakan setiap malam di bulan Ramadhan sebagai penerang jalan menuju Mushalla atau Mesjid ketika hendak shalat melaksanakan shalat Isya dan Taraweh, hanya ketika malam 27 Likur untuk menyambut malam lailatul Qadr, lampu colok dinyalakan lebih banyak sehingga kelihatannya lebih meriah, padahal dulu hanyalah untuk lebih menerangi jalan dan kawasan menuju Mushalla atau Mesjid.
Lampu colok adalah lampu minyak dalam wadah bambu, tetapi saat sekarang ini lampu colok lebih banyak dalam wadah botol kaleng. Sayangnya aku tidak mengambil gambar lampu colok bambu di jalan menuju mesjid dekat rumahku.
Festival lampu colok yang diadakan di Pekanbaru dan Bengkalis merupakan festival lampu colok terbesar. Lampu colok disusun dalam suatu kerangka kayu dan diikat kawat. Susunan lampu colok itu biasanya menggambarkan mesjid, kapal, kubah, gerbang atau hal lainnya. Satu susunan kerangka biasanya menghabiskan 1000 s/d 2000 botol/kaleng lampu colok tergantung besar kecil dan kerumitan desain susunannya. Setiap malam biasanya akan menghabiskan 1 drum minyak tanah untuk 1 atau 2 desain susunan lampu colok.
Semoga tradisi lampu colok 2012 berikutnya tidak terkendala dengan pembatasan minyak tanah yang dilakukan pemerintah.
Baca juga artikel bersempena :
Festival Lampu Colok : Tak Ada Minyak Tanah, Hilang Satu Tradisi Budaya
Menurut Almarhumah Emak, sejarahnya lampu colok dulu di kampung-kampung sebenarnya dinyalakan setiap malam di bulan Ramadhan sebagai penerang jalan menuju Mushalla atau Mesjid ketika hendak shalat melaksanakan shalat Isya dan Taraweh, hanya ketika malam 27 Likur untuk menyambut malam lailatul Qadr, lampu colok dinyalakan lebih banyak sehingga kelihatannya lebih meriah, padahal dulu hanyalah untuk lebih menerangi jalan dan kawasan menuju Mushalla atau Mesjid.
Lampu colok adalah lampu minyak dalam wadah bambu, tetapi saat sekarang ini lampu colok lebih banyak dalam wadah botol kaleng. Sayangnya aku tidak mengambil gambar lampu colok bambu di jalan menuju mesjid dekat rumahku.
Festival lampu colok yang diadakan di Pekanbaru dan Bengkalis merupakan festival lampu colok terbesar. Lampu colok disusun dalam suatu kerangka kayu dan diikat kawat. Susunan lampu colok itu biasanya menggambarkan mesjid, kapal, kubah, gerbang atau hal lainnya. Satu susunan kerangka biasanya menghabiskan 1000 s/d 2000 botol/kaleng lampu colok tergantung besar kecil dan kerumitan desain susunannya. Setiap malam biasanya akan menghabiskan 1 drum minyak tanah untuk 1 atau 2 desain susunan lampu colok.
Semoga tradisi lampu colok 2012 berikutnya tidak terkendala dengan pembatasan minyak tanah yang dilakukan pemerintah.
Baca juga artikel bersempena :
Festival Lampu Colok : Tak Ada Minyak Tanah, Hilang Satu Tradisi Budaya