Attayaya.net - Bencana Asap yang Tak Berkesudahan
Hampir setiap tahun Riau mengalami bencana asap seolah sudah menjadi kewajiban. Setidaknya begitulah yang saya ketahui sejak 10 tahun tinggal disini. Bencana ini bukan semata memang terjadi karena alam, bukan tapi murni karena perbuatan tangan manusia. Seperti kata pepatah "Tak akan ada asap bila tak ada api".
Mungkin sebagian orang di luar sana heran kenapa ada yang namanya bencana asap, sebab kebanyakan bencana terjadi karena alam maka ada namanya bencana alam seperti gempa, tsunami, tornado, gunung meletus dll. Asap apakah masuk dalam bencana alam. Menurut saya bukan, karena bencana ini akibat ulah tangan manusia itu sendiri.
Kalian mungkin pernah atau sering dengan sengaja membakar sampah di halaman rumah. Akibat dari bakaran sampah itu timbul asap yang membumbung tinggi, tebal dan menyesakkan. Tapi karena sifatnya hanya sampah di lingkungan rumah sendiri tentu mudah hilang di bawa angin. Meskipun begitu tentu asap itu terhirup juga dan menyesakkan dada walau sebentar.
Nah, bagaimana jadinya bila lahan perkebunan sawit yang berhektar-hektar itu dibakar dalam waktu yang bersamaan? apakah hanya si pemilik lahan yang merasakan sesak karena menghirup asap itu? tentu tidak, satu provinsi akan merasainya. Bahkan sampai ke luar negeri.
Asap akan bergerak bersama angin kemanapun dia suka. Karbondioksida yang berlebihan ini menimbulkan banyak penyakit terutama sakit pernafasan. Hei, nafas kita itu dikasih gratis sama Alloh tapi kenapa di kotori dengan membakar lahan kemudian akhirnya api merembet ke hutan dan tercemarlah udara. Oksigen yang gratis dari Alloh itu akhirnya sangat mahal sekali. Bahkan beberapa yang sudah terpapar asap harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapat udara bersih. Lalu masih bilang kalau ini adalah bencana alam. No way! ini bencana yang di buat sendiri.
Mereka membakar lahan itu pasti saat musim kemarau sekitar Mei - Agustus dimana curah hujan sedikit, dengan harapan sebentar lagi musim penghujan jadi nanti api akan mati sendiri dengan guyuran hujan. Ngga begitu juga Bambang.... Tiap tahun bumi mengalami kenaikan panas sehingga musim kemarau tahun ke tahun akan semakin panjang. Jika dulu bulan Agustus di beberapa wilayah sudah memasuki musim hujan, kini tidak lagi. Hujan akan datang lebih lama tapi kebiasaan pemilik lahan tetap sama, membakar di waktu kemarau. Sedih dan bikin marah.
Di Riau hingga hari ini sudah puluhan ribu penduduk terjangkit penyakit ISPA akibat asap. Kini Riau telah menjadi Provinsi Asap. Kami terpaksa menghirup asap meski tidak ingin. Kabut Asap karena kebakaran hutan dan lahan ini membawa berbagai bahan polutan berbahaya. Diantaranya adalah Particulate matter (PM) atau kandungan partikel dalam udara, karbon monoksida (CO), nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2) dan ozone (O3).
Semua bahan polutan di atas dapat mengganggu kesehatan. Dalam jangka pendek, bisa membuat penghirup asap terkena penyakti infeksi pernapasan seperti batuk kronis, ISPA jika menghirup asap dalam jangka waktu lama, maka dalam jangka panjang bisa menyebabkan tumbuh suburnya kanker dan membuat anak-anak mengalami penurunan kecerdasan akibat mengecilnya ukuran otak.
Anehnya bencana yang luar biasa ini seperti belum ditangani pemerintah pusat dan daerah dengan serius. Tiga hari lalu (18 September 2019) Presiden Jokowi datang ke Pekanbaru dan meninjau lahan yang terbakar, beredarlah foto sepatu before-afternya yang kotor dan ajaibnya Pak Presiden ngga pake masker, kawan. Ini mau menunjukkan apa? bahwa kabut asap di Riau tidak berbahaya sehingga bisa beraktifitas tanpa masker, begitu? Haduh Pak, ini bukti nyata Bapak tidak empati pada kami loh. Tingkah Bapak yang seperti ini di lihat dunia dan berapa banyak kepala yang punya pemikiran bahwa kami hanya mengada-ada tentang bahaya asap yang kami hirup ini.
Level bencana nasional yang tidak kunjung di keluarkan menjadikan bencana ini harus ditangani pemerintah daerah. Padahal sungguh, asap di Riau kini sudah luar biasa. Sudah sampai pada level bahaya tapi kenapa penanganan pemerintah pusah belum tampak? Apakah pusat masih menganggap Riau masih masuk dalam bingkai negara kesatuan RI? Kalau iya, maka pemerintah pusat harus turun segera membantu musibah yang menimpa anak bangsa ini. Bukan sibuk menunggu untuk menaikkan status.