Mengetahui Tujuan Dasar Pembangunan Monas
Pixabay
Presiden Soekarno mulai merencanakan pembangunan sebuah monumen nasional yang kini dikenal dengan nama Monas. Pembangunan ini direncakan akan mulai dibangun setelah pusat pemerintahan Indonesia kembali ke Jakarta. Pada saat itu, rencanya presiden Soekarno akan membangun monumen tersebut tepat di depan Istana Merdeka. Nah, Bisa dibilang pada saat itulah awal Sejarah Monas berdiri.
Adapun tujuan pembangunan monumen nasional itu sendiri yaitu untuk mengenang perjuangan bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan. Dengan monumen tersebut diharapkan semangat patriotisme generasi penerus bangsa Indonesia bisa bangkit.
Mengenal Frenderich Silaban, Pemenang Sayembara Perancang Monas
Saat itu, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945, pemerintah Indonesia membentuk komite nasional. Tidak hanya itu, pada tahun 1955 sayembara perancangan monumen nasional juga digelar. Dan tidak tanggung-tanggung dari sayembara tersebut diperoleh 51 karya dengan keputusan akhir Frenderich Silaban sebagai pemenang.
Berbeda dari karya yang lain. Hasil karya Frenderich Silaban dianggap bisa mewakili karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan lama bahkan berabad-abad. Tidak sampai disitu, pada tahun 1960, sayembara kedua kembali digelar.
Sayembara Kedua untuk Rancangan Monas
Pada sayembara kedua, dari 136 karya peserta yang masuk tidak satupun karya yang memenuhi kriteria. Pada saat itu, ketua juri mengambil keputusan akhir dengan meminta Frederich Silaban menunjukkan karya rancangannya kepada Ir. Soekarno. Namun Ir. Soekarno sendiri kurang cocok, karena beliau berharap bahwa monumen nasional dibangun dengan bentuk lingga dan Yoni.
Sebagai solusi dari keinginan Ir. Soekarno tersebut, Frederich Silaban diperintahkan untuk merancang sebuah monumen dengan tema lingga dan yoni. Sayangnya, solusi tersebut tidak serta merta membuat rencana pembangunan monumen nasional tersebut berjalan lancar.
Hal tersebut disebabkan karena rancangan yang dibuat Frederich Silaban membutuhkan biaya yang sangat banyak, dan anggaran negara tidak mampu menanggung biaya tersebut. Wajar saja, karena pada masa itu, kondisi ekonomi Indonesia memang masih cukup buruk. Mendengar keputusan tersebut, Frederich Silaban mengusulkan agar pembangunan monumen ditunda hingga kondisi ekonomi Indonesia membaik. Dan menolak merancang monumen yang lebih kecil.
Baca Juga : Cara Membuat Nasi Kuning Melayu
Pembentukan Panitia Monumen Nasional pada Sejarah Monas
Mendengar usulan Frederich Silaban, Ir Soekarno segera menyusun rencana baru. Beliau tidak ingin menunggu dan menunda pembangunan monumen tersebut. Karena itulah, Ir Soekarno segera meminta arsitek RM Soedarsono untuk meneruskan rancangan karya dari Silaban.
Tidak hanya itu, pada tanggal 30 Agustus 1959 Ir. Soekarno juga membentuk panitia Monumen Nasional yang keputusannya dikeluarkan presiden RI Nomor 214 Tahun 1959. Panitia Monumen Nasional ini diketuai oleh Kolonel Umar Wirahadikusumah, yang merupakan Komandan KMKB Jakarta Raya.
Selanjutnya, pada perancangan monumen nasional tersebut. Soedarsono membuat karya dengan memasukkan angka 17, 8, dan 45 yang merupakan lambang tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Dan tugu peringatan nasional ini, selanjutnya dibangun pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan keseluruhan arsitek Friedrich Silaban, RM Soedarsono, dan Ir. Rooseno di area seluar 80 hektar. Bangunan Monas resmi dibuka untuk dikunjungi masyarakat umum mulai tanggal 12 Juli 1975.
Bukti Kemegahan Bangunan Monas
Monas berhasil dibangun dengan tinggi 132 menter dengan bentuk lingga yoni sesuai dengan keinginan Ir. Soekarno. Pada seluruh bangunannya, monumen nasional monas menggunakan marmer sebagai lapisannya. Tidak hanya itu saja, monumen monas benar-benar dibangun dengan sangat lengkap dan apik.
Hal tersebut terbukti dari bangunan dan fasilitas monas yang sangat baik. Sebagai bukti kemegahan tersebut, berikut bangunan yang melengkapi monumen monas:
- Monumen monas dilengkapi dengan sebuah elevator atau lift yang sekali angkut memiliki kapasitas 11 orang dibagian pintu sisi selatan.
- Monumen monas dibangun dengan pelataran puncak yang memiliki ukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Sehingga pelataran tersebut mampu menampung sekitar 50 orang.
- Untuk memudahkan pengunjung melihat panorama jakarta lebih dekat, Monumen monas dilengkapi dengan teropong
- Dilengkapi dengan tangga darurat yang terbuat dari besi yang terletak disekeliling badan elevator.
- Pada pucuknya, monumemen monas dibangun dengan cawan yang menompang nyala lampu perunggu berlapis emas 35 Kilogram dengan berat mencapai 14, 5 ton. Lampu yang hampir mirip dengan lidah api atau obor tersebut memiliki tinggi 14 meter, berdiameter 6 meter yang terdiri dari 77 bagian.
Mengenal Sejarah Monas Melalui Filosofis Puncak Monas
Berbicara mengenai sejarah monas memang tidak ada habisnya. Selain melewati proses yang panjang pada pembangunannya. Filosofi puncak Monas juga merupakan suatu hal yang menarik untuk diketahui. Seperti yang telah dijelaskan di atas.
Puncak monas memiliki desain berbentuk cawan yang menompang nyala lampu perunggu berlapis emas 35 Kilogram dengan berat mencapai 14,5 ton. Dilengkapi dengan lidah api atau obor dengan tinggi 14 meter, dan berdiameter 6 meter yang terdiri dari 77 bagian yang disatukan menjadi satu.
Tentu sudah bisa dibayangkan betapa mewah dan indahnya puncak dari monumen monas tersebut. Namun, apa anda tahu bahwa dibalik kemegahan tersebut, puncak monas menyimpan filosofis dibaliknya?
Lidah api yang terletak pada puncak monas ternyata bukan sekedar hiasan belaka. Perlu anda ketahui, lidah api merupakan simbol yang menggambarkan semangat perjuangan bangsa Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Sedangkan api yang tak kunjung padam yang terletak pada puncak tugu menyimpan makna tersirat berupa pesan agar bangsa Indonesia selalu memiliki semangat yang menyala-nyala, dan tidak pernah padam dalam berjuang.
Selain itu, tidak banyak yang tahu bahwa sebenarnya lidah api pada puncak monas konon merupakan gambaran sosok perempuan dengan gerai rambut panjang yang sedang duduk bersimpuh. Rambut atasnya dibentuk menjadi simpul seperti sanggul kecil dan tengah duduk menghadap ke Istana Negara.
Jika ingin melihatnya, sosok wanita pada lidah api dapat anda lihat dari sisi monas sebelah kiri. Atau lebih tepatnya pada jalan Medan Merdeka Barat Sebelah Utara, dekat dengan istana presiden.
Simpang siur mengenai kebenara perempuan dalam bentuk api obor Monas masih menjadi tanda tanya. Konon, sang Presiden pertama Indonesia yang menginginkan bentuk perempuan yang menjadi simbol, bisa jadi karena beliau sangat menghormati perempuan atau menganggapnya sebagai “Ibu Pertiwi”
Sosok perempuan tersebut akan kelihatan jelas jika diperhatikan baik-baik dan dilihat dari jauh.
Sebab, menurut beberapa sumber yang mengatakan bahwa jika dilihat melalui teropong jarak jauh justru sosok wanita itu tidak kelihatan. Yang terlihat hanya lidah api sebagaimana biasanya. Kebenaran pendapat ini boleh jadi benar dan boleh jadi salah. Sebab hingga kini belum ada yang benar-benar dapat memastikan bahwa lidah api Monas merupakan sosok perempuan yang sedang duduk bersimpuh.